Oleh: Immawati Alfita Vaniastuti*
*Penulis adalah ketua KORKOM IMM UAD Periode 05-06
Salam perjuangan!!!
Gerakan mahasiswa adalah gerakan yang seharusnya tidak lenyap ditelan oleh zaman, dia selalu bisa melakukan gerakan-gerakan pembaharu dan kritis dalam setiap kebijakan. Masyarakat selalu menganggap gerakan mahasiswa bisa melakukan perubahan-perubahan sistematik yang membawa kepentingan rakyat kecil, akan tetapi sebelumnya kita bisa melihat sedikit sejarah.
Menyusul naiknya Soeharto ketampuk kekuasaan, seluruh oposisi hancur. Dengan dibubarkannya PKI dan organisasi-organisasi afiliasinya, tidak ada lagi organisasi berbasis massa yang kritis terhadap pemerintahan yang didominasi militer ini. Kelompok kelas menengah muslim maupun yang berorientasi sekular mendukung apa yang dinamakan orde baru, seperti juga banyak aktivis mahasiswa. Sejak para pemimpin mulai mencoba mengontrol seluruh masyarakat dan mencegah berkembangnya setiap bentuk organisasi independen, banyak aktivis menengah mulai sadar dan mulai mengkritik rezim.sejak 1970 – 1972 protes-protes dialamatkan pada tindak korupsi. Yang akhirnya pemerintah melakukan tindakan cukup represif dengan menangkap para aktivis tersebut hingga akhirnya banyak aktivis kelas menengah mengambil pendekatan yang lebih moderat dan kurang konfrontatif yang akhirnya banyak LSM- LSM berdiri menangani isu-isu yang ada.
Akhirnya ada ketidakpuasan aktivis yang radikal pada tahun 1974, satu generasi aktivis melakukan demonstrasi secara besar untuk memprotes kebijakan pembangunan pemerintah dan dominasi modal jepang di indonesia. Gerakan mereka dipengaruhi oleh teori kemandirian dan juga pengaruh gerakan-gerakan luar. Dan pada tahun 1977 dan 1978 lagi-lagi mahasiswa melakukan demonstrasi menentang orde baru, yang memfokuskan pada kritik kebijakan pembangunan dan militerisme. Pada akhir 1970 dan awal 1980 terjadi pula kerusuhan buruh. Dan seiring terjadinya banyak pembangkangan sipil muncullah pembangkangan elit pada tahun 1980, beberapa pensiunan jenderal, mantan polisi sipil, intelektual, dan tokoh mahasiswa mengeluarkan pernyataan keprihatinan yang mengkritik Soeharto karena penafsirannya atas ideologi negara pancasila dan konsep dwi fungsi ABRI. Menyusul aksi demonstrasi antipemerintah maka pada tahun 1978, aktivitas politik dikampus dilarang melalui kebijakan yang dikenal dengan nama “Normalisasi Kehidupan Kampus” yang memunculkan banyak forum-forum diskusi yang mengkaji banyak permasalahan dan membuat gerakan mahasiswa semakin radikal dan kritis terhadap setiap kebijakan yang dilakukan pemerintah.
Dalam hal ini kita akan sedikit lebih memfokuskan pada aktivis mahasiswa, yang ternyata pada akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an lebih berkonsentrasi pada isu-isu lokal. Yang mana mahasiswa yang memihak rakyat miskin dipaksa untuk lebih menyoroti kasus-kasus lokal dalam hal korupsi dan kerusakan lingkungan. Akan tetapi dapat kita lihat pada tahun 1998 ternyata gerakan mahasiswa dapat melepaskan jerat yang begitu kuat, mereka berani mengambil sebuah sikap melawan dan berangkat atas nama rakyat dan demokrasi. Kita sangat perlu berbangga hati untuk hal tersebut, akan tetapi yang perlu kita analisis adalah perjalanan gerakan mahasiswa sampai hari ini sudah sejauh mana menggapai cita-cita perubahan yang dicitakan.
Dapat kita lihat saat ini bisa dikatakan seluruh gerakan mahasiswa kehilangan arah gerakan dan taringnya, tidak ada lagi gerakan mahasiswa yang berani nyaring mengatakan ‘tidak’ terhadap suatu penindasan dan berani mengatakan sebuah keberpihakan terhadap yang lemah. kita lihat banyak kelemahan pada gerakan mahasiswa itu sendiri. pertama, mereka seperti kehilangan khittah perjuangan atau sejatinya mereka itu ada untuk apa. Kedua gerakan mahasiswa terlalu sibuk dengan dunia masing-masing dan juga terjebak pada politik praktis, berbagai organ mahasiswa lebih sibuk berfikir akan berafiliasi dengan parpol yang mana. Hingga akhirnya kepentingan-kepentinga untuk membela rakyat kecil menjadi luntur digantikan dengan munculnya kepentingan-kepentingan partai. ketiga; gerakan mahasiswa cenderung kehilangan ladang garapan, kalau saat ini masyarakat cukup pintar untuk melakukan aksi protes bahkan lebih radikal maka germa seakan-akan merasa kehilangan tempat berjuang walaupun sebenarnya masih banyak hal yang bisa dilakukan tapi itu akan kita bahas lebih lanjut nantinya. Keempat organ-organ germa cenderung rebutan nama atau bargaining di media yang akhirnya menghilangkan niat juang bersama, bahkan ada yang perang simbol dan kepentingan masing-masing organ. Kelima seakan–akan mereka kini bingung akan posisi dan kehilngan sedikit rasa tanggung jawab, yang awalnya germa adalah oposan dari kebijakan pemerintah yang menindas kini bahkan ada yang mendukung.
Dari beberapa hal diatas kita dapat sedikit memberikan sebuah penawaran baru buat gerakan mahasiswa saat ini. Misalnya, setiap organ gerakan diharapkan mampu belajar untuk memahami kembali atau menyatakan sikap tentang keberpihakan dan arah gerakan dari organ tersebut akan kemana. Kemudian ada sedikit perubahan konsep bahwa lebih memahami kalimat “agent of chance” benar-benar sebai agen perubahan dan menetapkan diri sebagai alat transformatif kepada rakyat dengan cara melakukan pendidikan politik dan pendampinga secara intens terhadap masyarakat kecil dan pedesaan, karena bisa kita lihat banyak sekali rakyat kecil yang tidak paham apa yang sebenarnya terjadi dan tidak paham akan permasalahn bahkan ada yang tidak pahan jika mereka sedang ditindas oleh berbagi kebijakan dan kepentingan.
Karena kesadaran yang berkembang dalam masyarkat adalah kesadaran magis dan kesadaran naif, dimana mereka tidak sadar bahwa ada kaitan yang cukup erat antara satu faktor dengan faktor yang lain, misalnya saja rakyat miskin yang tidak mampu melihat kaitan kemiskinan mereka dengan sistem politik dan kebudayaan. Dan mereka lebih melihat bahwa “aspek manusia” menjadi akar penyabab masalah masyarakat. Nah disinilah posisi germa untuk dapat melakukan pendidikan politik yang dapat menumbuhkan kesadaran kritis mereka bahwa kesdaran ini lebih melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah.
Kemudian bagaimana organ gerakan mahasiswa menjadi sebuah fasilitator komunikasi antara rakyat dan pemerintah. Jika ini bisa dilakukan maka banyak keuntungan rakyat kecil yang diperoleh, setidaknya kita bisa membuka jalur komunikasi antara kedua belah pihak yang selama ini terputus oleh strata. Lalu ada hal yang juga bisa dilakukan oleh germa yaitu penguasaan media, dapat kita lihat bahwa media juga merupakan salah satu alat untuk melakukan proses transfoprmatif dan penyadaran. Ditambah lagi saat ini banyak media yang justru lebih berpihak kepada pemerintah bahkan media dijadikan alat pencitraan pemerintah. Kemudian yang tak kalah pentingnya adalah dunia pendidikan yang mau tak mau mahasiswa masuk dalam sistem pendidikan maka kita bisa menggunakan alat pendidikan untuk melaukan proses penyadaran karena menurut Dr. Zainudin Maliki dalam bukunya Politikus busuk dikatakan bahwa pendidikan yang diharap bisa membawa perubahan adalah pendidikan kritis, yang ternyata cukup lama pendidikan kita dikooptasi oleh negara, dan negara ternyata menanamkan ideologi jauh dari dari sikap kritis. Ideologi yang dikembangkan dalam jangka waktu lama oleh negara adalah ideologi pembentukan masyarakat ilmiah bukan masyarakat kritis.
Yang terakhir yang bisa saya katakan bahwa seluruh kotak-kotak organ gerakan mahasiswa harus dihilangkan, walaupun berpayung ideologi yang berbeda tapi harus dimunculkan satu tujuan dan satu perjuangan. Jika seluruh gerakan mahasiswa membentuk sebuah koalisi besar dan bersama untuk mencapai perubahan maka banyak hal yang dapat dilakukan dan yang dapat dicapai asal seluruh gerakan tidak latah terhadap isu atau terlena oleh kepentingan masing-masing .
Hidup Mahasiswa!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar