Berfikir adalah kerja dari otak, tepatnya otak kiri. Merasa adalah kerja dari otak, tepatnya otak kanan. Mengalami kehadiran Tuhan adalah kerja dari otak, tepatnya lobus temporal. Jadi, berfikir, merasa dan mengalami fenomena spiritual, semuanya merupakan kerja dari otak. ESQ-Power adalah kekuatan otak, yakni adanya sinergisitas kecerdasan antara fikiran, perasaan dan pengalaman spiritual. Inilah inti kesimpulan dari konsepsi kecerdasan manusia dalam pandangan sains ilmiah.
Sudah jelas bagi kita bahwa antara akal dan hati tiak bisa dipisahkan. Telah jelas ada perbedaan yang nyata dan tegas antara pandangan dunia Islam dengan pandangan dunia sekuler tentang pusat kecerdasan manusia, dimana pandangan dunia Islam menyatakan bahwa pusat ini ada pada akal sekaligus hati, sedangkan pandangan dunia sekuler menyatakan bahwa pusat kecerdasan ini hanya ada pada otak. Telah jelas pula bagi kita bahwa fungsi otak hanyalah pengadil terhadap fakta dan fenomena sedangkan fungsi hati adalah pengadil terhadap akal.
Sekarang, marilah kita perjelas masalah ini dengan menghadirkan sebuah contoh di bawah. Contoh ini ingin menunjukkan pada anda bagaimana kecerdasan yang berpusat pada otak¬--kecerdasan bervisi sekuler--berbeda dengan kecerdasan yang berpusat di hati. Contoh ini juga ingin menunjukkan pada anda akan bagaimana sebenarnya ESQ-Power itu:
Abu Sa’id al-Khudri, salah seorang sahabat yang terkenal, menuturkan bahwa Abu Bakar ra pernah bercerita di hadapan Nabi Muhammad saw. Saat itu, Abu Bakar menuturkan pengalamannya ketika ia melihat seorang laki-laki berwajah tampan sedang melakukan shalat dengan khusyu’.
“Pergi dan bunuhlah orang itu!” perintah Nabi saw kepada Abu bakar.
Abu bakar segera pergi menemui orang itu yang masih dalam keadaan shalat dengan khusyu’. Tetapi Abu Bakar bimbang. Satu sisi, ia diperintah Rasul saw untuk membunuh laki-laki tampan yang sedang khusyu’ dalam shalatnya, tetapi di sisi lain ia tidak tega untuk membunuh seorang yang nyata-nyata sedang sembahyang.
Akhirnya Abu Bakar kembali.
Nabi kemudian memanggil Umar bin Khatab ra.
“Pergilah ke sana dan bunuhlah lelaki itu!” perintah Nabi saw kepada Umar.
Umar pun segera pergi ke sana.
Umar melihat lelaki itu sedang larut dalam ibadah. Umar yang terkenal gagah berani tersebut ternyata tidak sampai hati untuk melakukan pembunuhan terhadap laki-laki itu. Akhirnya ia pun kembali menghadap Nabi saw.
“Wahai Nabi, yang aku lihat adalah lelaki yang sedang shalat dengan sangat khusyu’. Aku tidak tega membunuhnya,” ujar Umar.
Nabi akhirnya berpaling kepada Ali bin Abi Thalib. Kepadanya diperintahkan untuk membunuh orang tersebut. Ali segera pergi ke sana. Ia akan melaksanakan perintah Rosulullah saw. Sayangnya, sesampainya di padang pasir tersebut, lelaki yang dicarinya sudah tidak tampak batang hidungnya. Ali kembali kepada Nabi saw, lalu memberitahu bahwa yang akan dibunuh telah tidak ada.
Nabi berkata, “Orang itu dan kawan-kawannya membaca al-Qur’an hanya sampai tenggorokan. Mereka telah keluar dari agama bagai anak panah melesat dari busurnya. Bunuhlah mereka!, karena mereka adalah seburuk-buruk makhluk di muka bumi! (HR. Muslim).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata:
Seorang laki-laki berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya si fulanah banyak mengerjakan shalat, mengeluarkan sedekah, dan berpuasa (sunnah), namun ia suka mengganggu tetangganya dengan ucapannya.” Beliau berkata, “Wanita itu masuk neraka.”
Seorang laki-laki berkata, “Ya Rasulullah, kabarnya si fulanah mengerjakan puasa sunnah dan ia hanya bersedekah dengan sedikit makanan, namun ia tidak pernah menggangu tetangga-tetangganya.” Beliau bersabda, “Wanita itu masuk surga.”
Jika anda menggunakan perspektif Daniel Goleman dan orang-orang yang sependapat dengannya tentang kecerdasan emosional, maka sahabat Abu Bakar as-Shidiq dan sahabat Umar bin Khattab adalah orang yang cerdas secara emosional. Perhatikan sekali lagi, bahwa kecerdasan emosional melahirkan kecakapan emosional di mana salah satu wujud dari kecakapan emosional ini adalah empati. Dengan empati, Abu Bakar dan Umar tidak tega untuk melakukan pembunuhan terhadap pemuda yang gagah dan tampan yang sedang khusyu’ dalam sembahyang di atas.
(Diambil dari buku Manajemen ESQ Power , Muhammad Muhyidin, Yogyakarta, 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar