Rabu, 12 Agustus 2009

Hikmah Puasa

Ketahuilah, wahai orang yang diberikan taufiq untuk mentaati Rabbnya, bahwasanya orang yang berpuasa itu adalah orang yang berpuasa seluruh anggota badannya dari dosa-dosa, lisannya (berpuasa) dari berdusta, ucapan keji dan perkataan palsu, perutnya (berpuasa) dari minum dan makan serta kemaluannya (berpuasa) dari jima' (dan menjaganya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang syari'at-red), maka jika ia berkata, tidak berkata dengan sesuatu yang dapat merusak puasanya dan jika berbuat, tidak berbuat sesuatu yang merusakkan puasanya maka akan keluarlah perkataannya yang baik dan amalannya yang shalih.
Inilah puasa yang disyari'atkan yang tidak hanya semata-mata menahan dari makan dan minum serta syahwat (jima'). Puasa itu adalah puasanya anggota badan dari dosa-dosa, puasanya perut dari makan dan minum, maka sebagaimana makan dan minum akan merusakkan puasanya, demikian juga dosa-dosa akan memutus (menghilangkan) pahala puasa dan merusakkan buah puasa maka jadilah ia seperti orang yang tidak berpuasa.
Sungguh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan seorang muslim yang berpuasa agar berhias dengan akhlak-akhlak yang mulia dan keshalihan serta menjauhi dari perkataan keji, perbuatan keji, perbuatan rendah dan perbuatan kasar. Perkara-perkara yang jelek ini meskipun seorang muslim diperintahkan untuk menjauh darinya dan menghindarinya di setiap hari maka sesungguhnya larangan itu lebih keras lagi ketika dia melaksanakan puasa yang wajib.
Maka wajib bagi seorang muslim yang berpuasa agar menjauhkan dirinya dari perbuatan yang dapat melukai nilai puasanya sehingga dia dapat mengambil manfaat dengan puasanya itu dan mencapai derajat taqwa di mana Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana yang telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa". (Al-Baqarah:183). Karena puasa adalah pengantar kepada ketaqwaan, puasa menahan jiwa dari banyak perbuatan maksiat, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Puasa adalah perisai". (Muttafaqun 'alaih dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu). Inilah saudaraku se-Islam, amalan-amalan yang jelek yang harus engkau ketahui agar engkau menjahuinya dan tidak terjatuh dalamnya:

1.Perkataan Palsu Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan pengamalannya maka Allah tidak butuh pada perbuatan meninggalkan makan dan minumnya". (H.R. Al-Bukhari).

2.Berkata/berbuat sia-sia dan kotor Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Puasa itu bukanlah semata-mata menahan dari makan dan minum, tetapi juga menahan diri dari perbuatan sia-sia dan keji. Jika ada orang yang mencelamu atau berbuat jahil kepadamu maka katakanlah: "Aku sedang puasa, aku sedang puasa". (H.R. Ibnu Khuzaimahdan Al-Hakim dengan sanad shahih). Oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengancam dengan ancaman yang keras bagi yang melakukan perbuatan tercela ini, beliau bersabda: "Banyak orang yang berpuasa di mana bagian dari puasanya hanyalah rasa lapar dan dahaga".(H.R. Ibnu Majah dengan sanad yang shahih). Ini tentunya bagi orang yang hanya berpuasa dari makan, minum dan jima' tapi dia masih terus melakukan berbagai kemaksiatan baik dari matanya, lisannya, tangannya, kakinya ataupun hatinya, sehingga dia hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga saja dari puasanya tersebut. Nas`alullaahas salaamah.
Dari Jabir bin 'Abdillah bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menaiki mimbar maka tatkala beliau ada pada tannga pertama, beliau berkata: "Amin", kemudian ketika beliau berada pada tangga kedua, beliau berkata: "Amin" dan ketika ada pada tingkat ke tiga beliau berkata:"Amin". Para shahabat pun bertanya: "Ya Rasulullah kami mendengar engkau mengucapkan amin tiga kali. Beliau pun bersabda: "Ketika aku berada di tangga pertama, datang kepadaku Jibril 'alaihissalam dan berkata: "Celakalah bagi hamba yang mendapatkan bulan ramadhan lalu keluar dari bulan tersebut namun dia tidak diampuni (dosa-dosanya), maka saya mengatakan: "Amin". Kemudian Jibril berkata (lagi): "Celakalah bagi hamba yang mendapatkan kedua orang tuanya atau salah satunya namun kedua orang tuanya tidak bisa menjadikan sebab ia masuk surga." Maka saya katakan: "Amin." Kemudian Jibril pun berkata: "Celakalah bagi hamba yang disebutkan namamu namun dia tidak mengucapkan shalawat untukmu." Maka saya mengatakan: "Amin". (H.R. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani).

Renungkanlah mutiara yang terkandung dalam hadits mulia ini wahai saudaraku?, betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan apa-apa kecuali dari lapar dan dahaga saja. Bahkan yang lebih menyedihkan lagi ketika tidak mendapatkan ampunan Allah. Padahal salah satu tujuan kita berpuasa adalah untuk mendapatkan ampunan dari-Nya.
Dan sebab terjadinya hal itu adalah bahwa orang-orang yang melakukan perbuatan tersebut tidak memahami (hakikat puasa), sehingga Allah memberikan keputusan atas perbuatan tersebut dengan tidak memberikan pahala kepadanya. Na'udzubillahi min dzalik. Oleh sebab itu ahlul ilimi dari generasi salafus shalih membedakan antara larangan dengan makna khusus dengan ibadah hingga membatalkannya dan larangan yang tidak khusus dengan ibadah dan ini tidak membatalkannya. Untuk itu wahai saudaraku se-Islam, pahamilah hakikat puasa yaitu kita berpuasa dari makan, minum dan jima' serta seluruh anggota badan kita ikut berpuasa. Kita menjaga pandangan dari hal-hal yang diharamkan seperti melihat lawan jenis yang bukan mahramnya, menjaga telinga dari mendengarkan ghibah, perkataan dusta dan hal-hal lainnya yang diharamkan, menjaga tangan dan kaki kita dari perbuatan maksiat dan menjaga lisan kita dari ucapan-ucapan kotor, keji, palsu, dusta, dan sia-sia. Tidakkah kita mendengar sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata yang baik atau diam" (Muttafaqun 'alaih dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu).
Dalam hadits tersebut sangat jelas bahwasanya kita diperintahkan dengan dua hal yaitu berkata yang baik, kalau kita tidak mampu maka kita menuju kepada perintah yang kedua yaitu diam. Tidak ada pilihan yang ketiga. Sudah dimaklumi bahwasanya kebanyakan yang menjerumuskan orang kepada kebinasaan dan neraka adalah akibat lisan-lisan mereka (yang diumbar dan tidak dijaga) {Lihat hadits ke-29 dalam Arba'in}. Juga kita jaga hati-hati kita dari khayalan, angan-angan jahat dan lainnya dari amalan hati yang melanggar syari'at. Setelah kita paham akan hakikat puasa maka kita akan meraih derajat taqwa -biidznillaah- sebagaimana Allah jelaskan dalam surat Al-Baqarah:183 di atas. Semakin ikhlash amalan kita dan semakin sesuai dengan sunnah Rasulullah maka semakin baiklah amalan kita sehingga semakin tinggi derajatnya di sisi Allah, Insya Allah. Mudah-mudahan Allah menjadikan kita orang-orang yang bertaqwa dengan amalan puasa kita ini, Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar